Berita Zakat

April 21, 2008

5 Rekomendasi Penting Terkait Rencana Penyatuan LAZ

Filed under: Nesw — beritazakat @ 4:16 am

Sebanyak 5 rekomendasi penting diputuskan pada rapat anggota luar biasa Forum Zakat Jum’at 18/4 di Kebonsirih Jakarta. Isi lima rekomendasi itu seluruhanya mendesak pemerintah untuk melibatkan lembaga zakat dalam setiap kegiatannya. Rekomendasi itu disepakati oleh 54 peserta rapat anggota yang hadir mewakili 28 lembaga zakat. Bukan hanya itu, Dewan Pleno FOZ juga turut hadir menyepakati rekomendasi tersebut.

Kelima rekomendasi tersebut adalah :

1. Mendesak Pemerintah untuk melibatkan stakeholder zakat yang lebih luas dalam menyusun amandemen UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat

2. Mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan usulan amandamen UU No. 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yang telah dibuat oleh Baznas bersama FOZ dalam menyusun amandemen UU No 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat

3. Mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan eksistensi LAZ di tengah-tengah masyarakat, kepercayaan masyarakat, kualitas amil zakat dan BAZ/LAZ yg belum standard, serta luasnya teritori negara Republik Indonesia dalam menyusun Amandemen UU No 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat

4. Mendesak pemerintah untuk membentuk tim penyusun Arsitektur Zakat     Indonesia yang terdiri dari unsur DEPAG, BAZNAS, FOZ dan stakeholder zakat yang lain

5. Mendesak pemerintah untuk melakukan inisiatif bersinergi dengan stakeholder     zakat dalam upaya optimalisasi pengelolaan zakat di Indonesia

Rekomendasi ini akan disampaikan kepada Departemen Agama. Pada kesempatan yang sama akan disertakan juga konsep amandemen yang disusun FOZ bersama Baznas. naf

April 15, 2008

Terkait Rencana Penyatuan LAZ oleh Depag

Filed under: Nesw — beritazakat @ 1:51 am

FOZ Jadwalkan Rapat Anggota Luar Biasa

Menanggapi rencana penyatuan LAZ oleh Depag, Forum Zakat memutuskan untuk mengadakan Rapat Anggota Luar Biasa. Hal ini disepakati oleh pengurus FOZ saat rapat kordinasi Jumat 11/4 di Jl. Kebonsirih Jakarta. Melalui RALB ini akan diputuskan bersama oleh praktisi zakat di LAZ apakah kita menyetujui atau menolak rencana tersebut. ”Jangan sampai kita terlambat merespon rencana tersebut sehingga tiba-tiba konsep itu sudah masuk ke DPR dan kita telat menyikapinya,” ungkap Rahmad Riyadi Ketua I Forum Zakat mengingatkan kepada peserta rapat agar segera mengambil sikap.

Rahmad juga menambahkan meskipun konsep Depag belum final, namun kita harus tanggap dan segera mengambil sikap. ”Bukan kita terlalu dini mengambil sikap, tapi lebih antisipatif. Karena kalau kita diam saja, padahal itu menyangkut kepentingan LAZ berarti kita tidak ada perhatian,” tandasnya.

Senada dengan Rahmad, peserta lain yang hadir pada rapat tersebut juga menyetujui untuk segera di adakan RA LB. Sebab hanya melalui forum seperti itulah sikap LAZ yang tergabung di FOZ akan dapat diketahui. Adapun Rapat Anggota Luar Biasa dijadwalkan pada Jumat 18/4 di Kebonsirih No. 57 Jakarta. Acara ini mengundung seluruh anggota aktif FOZ yang berjumlah 30 lembaga baik LAZNAS, Baznas dan beberapa LAZ.

Rapat koordinasi juga menyepakati pembentukan Tim Penyusun Standardisasi OPZ. Tim ini akan menyusun konsep standardirasi bagi OPZ di Indonesia. Tim ini dibentuk guna mempersiapkan konsep yang dipakai untuk menilai kinerja OPZ. Dengan konsep ini, tingkat kesehatan OPZ (Organisasi Pengelola Zakat ) akan diketahui. Standardisasi OPZ juga digunakan untuk melakukan sertifikasi OPZ. Tim Penyusunan Standardisasi diketuai oleh Nana Mintarti dengan beranggotakan 8 orang. Mereka terdiri Athar Yusuf, Virda Dimas Ekaputera, Iwan Agustiawan Fuad, Hamy Wahjunianto, Sholihin, Emmy Hamidiyah, Sri Adi Bramasetia dan Sigit Prasetya.

Pada rapat tersebut juga memutuskan LMI (Lembaga Manajemen Infak) Surabaya, sebagai anggota aktif FOZ. naf

April 11, 2008

lonceng kematian LAZ

Filed under: Nesw — beritazakat @ 8:54 am

by ; eri sudewo

Ssst, draft RUU Zakat pengganti UU 38/1999, sampai di tangan. Di era keterbukaan, menggagas diam-diam mematangkan misteri. Harusnya melegakan, tapi resah yang terpicu. Bola jelas bakal liar, yang implikasinya meluas. Kebijakan seolah cuma uji coba. Tak peduli pada tatanan yang telah terpola sebaik apapun. Gairah zakat berkat paduan strategi dan siasah selama ini porak poranda. Struktur yang terbentuk pun terjungkal sia-sia. Bingung, yang meretas kebingungan lain. Ketidakpastian, itulah kepastian yang dihadapi di tiap perubahan UU.

Enam Soal
RUU Zakat setidaknya punya delapan perkara. Tulisan ini merupakan satu dari delapan rencana tulisan berseri. Kini kita kupas pasal 7 ayat 2. Isinya: “Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah dikukuhkan di instansi pemerintah dan swasta diubah statusnya menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dari Badan Amil Zakat (BAZ) setempat”.

Ada enam masalah berkait dengan pasal ini. Pertama nasib LAZ memang tak pernah dihargai. Pasalnya jelas. Karena LAZ seperti DD Republika, RZI, PKPU, BM Hidayatullah dan DPU DT merupakan produk masyarakat. Bukan ingin mendahului kehendak Allah SWT. Tapi tanpa LAZ, dunia zakat di Indonesia tak bakal marak. LAZ terbukti menginspirasi lahirnya tiga hal penting. Pertama UU 38 tentang Pengelolaan Zakat disahkan tahun 1999. Kedua LAZ membuahkan hasil terbentuknya sub-direktorat zakat di Depag. Dan ketiga, tanpa LAZ mustahil BAZNAS ada.

Tapi pameo ’air susu dibalas dengan air tuba’, bukan tanpa makna. LAZ sang inspirator, justru sedang dikubur oleh lembaga yang lahir berkat LAZ. Sementara beberapa negara luar yang telah kirim dutanya – seperti Tanzania tahun 2002 – amat tertarik dengan LAZ sebagai satu role model. PPZ (Pusat Pungutan Zakat) Malaysia, bahkan juga jajaki aliansi twin sister dengan DD Republika.
Di 2002 itu juga, Indonesia masuk dalam 59 negara gagal yang dibahas World Economic Forum dan Universitas Harvard. Ciri negara gagal, di antaranya angka kriminal dan kekerasan tinggi; korupsi meraja lela; miskinnya opini publik; serta tingginya suasana ketidakpastian (Meuthia Ganie-Rochman, Kompas, 4 Jan’08). Kontradikitf: di sisi pengelolaan zakat, LAZ jadi role model. Di penyelenggaraan negara, Indonesia masuk dalam contoh studi pembangunan negara gagal.

Soal kedua alih-alih asset, di mata pemerintah, LAZ adalah pesaing. Aroma ini sudah tersedak di UU 38/1999. Begitu semangatnya, hingga arsitek UU 38/1999 gagal sembunyikan ketersinggungannya karena zakat dikelola masyarakat. Padahal konsep negara modern, menuntun pemerintah tak perlu berlelah-lelah kerjakan serba sendiri. Lebih-lebih kemiskinan yang 120 juta orang (World Bank), harusnya mentawadhukan pemerintah lebih rendah hati. Syukur-syukur bisa melafal hamdallah karena hadirnya LAZ. Apalagi sebagai negara gagal, mestinya pegiat zakat dihadiahi medali. Lho, malah diancam.

Dan justru itulah soal ketiga, kreatifitas bottom up dicoba diberangus. Padahal dalam konteks negara gagal, kreatifitas jadi penghela untuk lepas dari keterpurukan. Bottom elas bukti konkrit masyarakat yang tak pernah bisa diam. Lantas bukankah kreatifitas bottom up LAZ, hasilkan pengelolaan zakat ala Indonesia. Khasanah pengelolaan zakat dunia diperkaya. Konteks zakat, hanya bisa dikuak muamalahnya dengan kreatifitas. Gaya top down Orde Baru, ternyata masih kuat melekat. Maka kemandegan, itulah tanda-tanda dunia zakat Indonesia ke depan.

Keempat, karena dunia zakat mandeg, motivasi pun tergerus. Kebijakan ini menambah contoh, ihtiar selalu disumbat. Apakah karena pemerintah, kebijakan mematikan pun otomatis dianggap maruf? Demotivasi pegiat zakat, bakal terpicu hebat. Begitu RUU disahkan, dunia zakat Indonesia pasti ditinggal orang-orang terbaiknya. Kebijakan yang ‘mengganggu’ ini, berpotensi gagalkan tujuan kebijakan itu sendiri.

Kelima, atas nama agama, kebajikan zakat yang telah nyata dicerabut. Di balik kebajikan, itulah kepercayaan. Namun karena dianggap benda mati, kepercayaan seolah mudah saja dialihkan pada lembaga bentukan pemerintah. BAZ-nya tak salah. Kredibilitas pemerintah yang jadi soal. Berbeda dengan calhaj yang terpaksa ‘mau’ diatur karena no choice. Bagi sebagian muzaki, gaya top down jadi problem. Begitu RUU disahkan, itulah aba-aba: Memilih salurkan langsung ke masyarakat, tetap ke LAZ meski diberangus atau turuti kehendak RUU.

Maka keenam, siapa bakal ambil alih tanggung jawab dan biaya kegiatan yang telah berjalan di masyarakat? Negara bukan hanya terbukti gagal lindungi, rakyat miskin malah terus bertambah. Sedang LAZ yang coba membantu, justru hendak dipunahkan. Dibantu malah tersinggung.

Tanggalkan Baju Zakat
RUU Zakat, agaknya kebijakan ketersinggungan. Gegabahnya menikam banyak pihak. Masyarakat pun digiring apatis. Mudahkah gapai tujuan yang dipandu nalar ego? Set back dan demotivasi. Begitu kekagetan banyak pihak menyimak RUU Zakat. Siapa yang tak geleng kepala, kreatifitas zakat yang telah terpola direngut. Atas nama agama pula, buah-buah kebajikan dicabuti.

Dengan RUU Zakat, ada yang terbahak, ada pula yang masghul. Sedikit yang mau tahu, namun banyak sekali yang tak peduli. Yang diam dianggap ‘sopan’. Yang aktif mengadvokasi dianggap sakit hati. Sambil mengamati ketidakpastian, harapan tinggal di DPR. Cermatkah DPR deteksi klausul tak produktif. Jika tidak, LAZ jelas tanggalkan ‘baju zakat’ untuk beralih ke LSM. Sebab Depsos yang ‘sekuler’ terbukti malah lebih bijak. Tak terbersit jadikan LSM dan NGO sebagai UPS (Unit Pegiat Sosial). Sementara muzaki yang masih ingin salurkan zakat, tetap bisa dilayani oleh LSM dengan nafas baru ini.

Indonesia Butuh Arsitektur Zakat

Filed under: Nesw — beritazakat @ 6:20 am

Jika dikelola dengan baik dan lancar, potensi zakat di Indonesia bisa mengatasi kemiskinan.

JAKARTA – Seluruh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Indonesia perlu duduk bersama dan membahas pembentukan Arsitektur Zakat Indonesia (AZI). Arsitektur tersebut nantinya akan menjadi panduan bagi pengembangan pengelolaan zakat di tanah air.

Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, Nasaruddin Umar mengatakan, pembuatan AZI cukup penting karena bisa menjembatani kalangan agniya (orang kaya) dan kalangan fuqara (orang miskin). ”Memang perlu ada arisektur atau blue print yang menjadi panduan dalam mendorong perkembangan zakat di Indonesia,” ujar Nasaruddin kepada Republika Selasa (8/4).

Nasaruddin menjelaskan, dalam AZI, terkandung berbagai hal penting yang mendukung perkembangan zakat. Salah satunya adalah, proyeksi pertumbuhan, penjaringan dan penyaluran zakat dalam beberapa tahun mendatang. AZI juga bisa mencakup regulasi apa saja yang dibutuhkan dalam mendorong perkembangan zakat di Indonesia.

Menurutnya, potensi zakat di Indonesia sangat luar biasa. Seandainya zakat bisa berjalan lancar, Nasaruddin yakin kemiskinan di Indonesia bisa teratasi. Penyusunan AZI sendiri, lanjutnya, lebih tepat dilakukan oleh berbagai pengelola zakat saat ini. Meski demikian, pemerintah siap membantu mendukung pengembangan zakat melalui berbagai regulasi. ”Badan amil seperti Baznas tetap kita dorong. Kita hanya sebagai regulator. Ini harus lebih ke Baznas,” ujarnya.

Rencana penyusunan AZI, mendapat dukungan berbagai kalangan. Direktur Direktorat Zakat Depag, Nasroen Harun menyebutkan penyusunan AZI memang cukup dibutuhkan. Namun ia menggarisbawahi penyusunan hendaknya dilakukan secara profesional dan terpercaya agar bisa mendorong perkembangan zakat di indonesia secara signifikan.

Dukungan yang sama juga datang dari Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Didin Hafiduddin. Menurut Didin, usulan pemerintah tentang pembuatan AZI diharapakan bisa menjadi media penyatu langkah berbagai LAZ di Indonesia dalam mendorong perkembangan zakat. Penyatuan langkah itu, menurut Didin, bisa dilakukan dengan menyusun berbagai program bersama pemberdayaan masyarakat kurang mampu dengan zakat. Selain itu, berbagai LAZ diharapkan bisa saling membantu membuat peta muzakki dan mustahik. ”Kalau lembaganya tidak bisa bersatu, paling tidak programnya,” ujar Didin.

AZI menurut Didin, juga bisa menjadi media perencanaan pengembangan zakat dalam lima tahun ke depan. Perencanaan itu bisa meliputi program apa saja yang diperlukan, dan regulasi apa saja di tingkat nasional maupun daerah yang dibutuhkan untuk mendukung perkembangan zakat tersebut. Didin menyebutkan, potensi zakat di Indonesia berdasarkan penelitian Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta beberapa tahun lalu, sangat luar biasa dan bisa mencapai Rp 19,3 triliun per tahun. Sedangkan, penjaringan dana zakat yang dilakukan oleh berbagai LAZ hingga akhir tahun lalu belum mencapai angka Rp 1 triliun. ”Paling di bawah itu sekitar Rp 900 miliar,” ujarnya.

Sementara Ketua Umum Forum Zakat (FoZ), Hamy Wahjunianto, menyebutkan, FoZ sebetulnya telah menyusun blue print pengembangan zakat di Indonesia sejak tahun lalu. Saat ini, asosiasi tersebut tengah menanti untuk bertemu dengan Menteri Agama dan Dirjen Bimas Islam untuk menyampaikan blue print tersebut.

Hamy mengatakan, dalam blueprint tersebut diusulkan agar Baznas menjadi regulator dan pengawas pengelolaan zakat di Indonesia. ”Mengenai penyatuan lembaga zakat, kita sepakat tapi nanti setelah 2015-2020, setelah semua pengelola zakat di berbagai daerah memiliki visi dan kualitas sama,” ujarnya.

(aru )

Tanggapan Rencana Penyatuan ZIS oleh Pemerintah

Filed under: Uncategorized — beritazakat @ 6:16 am

Prof.Dr.Nasrun Haroen, MA Direktur Direktorat Pengembangan Zakat Depag Penyatuan LAZ Dorong Pengelolaan Zakat Terpadu Tidak ada niat lain kecuali dilandasi niat penataan zakat secara baik dan benar. Ide penyatuan oleh pemerintah bertujuan agar segi penghimpunan dan penyalurannya berjalan terpadu. Dengan pengelolan terpadu akan meningkatkan zakat secara komprehensif Banyaknya lembaga zakat yang ada di Indonesia saat ini ternyata masih belum berjalan secara optimal. Bahkan banyaknya lembaga amil zakat (LAZ) mulai dari tingkat nasional hingga kecamatan justru menimbulkan permasalah tersendiri. Hal ini diungkapkan Direktur Direktorat Zakat Depag, Prof.Dr. Nasrun Haroen, MA. Dia mengatakan pengeloaan zakat di Indonesia berjalan tidak optimal. Hal itu karena pengelolaan zakat dilakukan oleh berbagai lembaga amil zakat (LAZ) baik di tingkat nasional hingga daerah. Hingga kini, menurutnya jumlah LAZ di tanah air diestimasi mencapai ratusan lembaga. Kondisi demikian justru menimbulkan berbagai permasalahan akibat terlalu banyaknya LAZ yang beroperasi itu. Salah satunya adalah sulitnya pemerintah mengetahui secara pasti jumlah dana zakat yang dijaring oleh ratusan LAZ tersebut. Keadaan ini juga mempersulit pemerintah untuk mengetahui potensi zakat di Indonesia. Dengan demikian, kondisi ini menyebabkan pemerintah kesulitan dalam mendorong perkembangan zakat di Indonesia. Di antaranya adalah dalam melakukan pengawasan dan penyusunan regulasi yang mendukung perkembangan zakat. ‘’Saat ini pengelolaan zakat terpencar-pencar sehingga potensi zakat tidak kelihatan. Misalnya informasi nilai zakat yang dijaring Dompet Dhuafa, PKPU atau Rumah Zakat juga tidak ketahuan berapa,’’ kata Nasrun kepada Infoz, Senin, (7/4). Karena itu, menurut Nasrun, saat ini pemerintah tengah menggodok rencana kebijakan penyatuan seluruh LAZ di Indonesia. Tujuannya adalah agar pendataan penghimpunan dana zakat terjaring dan potensinya mudah dilakukan. Dengan demikian, upaya mendorong perkembangan zakat juga mudah direncanakan dan diterapkan. Nasrun menyebutkan, dari 20 negara Islam atau negara yang berpenduduk mayoritas Muslim di dunia, hanya Indonesia yang menerapkan pengelolaan zakat bisa dilakukan oleh swasta. Sedangkan, di 19 negara lainnya, pengelolaan zakat langsung ditangani pemerintah. Di antaranya adalah Malaysia, Brunei Darussalam, Sudan, Maroko, Mesir, dan Kuwait. Pengelolaan zakat langsung oleh berbagai pemerintah tersebut dilakukan karena memang dana zakat merupakan salah satu solusi alternatif pengentasan kemiskinan. Karena itu, pengelolaan dana zakat tersebut perlu dilakukan secara terpadu dan menyeluruh. ‘’Di Timur Tengah, penanganan zakat dilakukan langsung oleh pemerintah mereka dan berjalan dengan baik. Bahkan, Kuwait saat ini telah menjadi pengekspor zakat ke negara lain,’’ ujar Nasrun mencohtohkan keberhasilan pengelolaan zakat oleh Negara Kuwait. Pengelolaan Zakat Terpadu Sebetulnya menurut Nasrun, ide besar penyatuan seluruh LAZ dan BAZ di Indonesia adalah karena pemerintah menginginkan pengelolaan zakat berjalan secara terpadu. Hal itu baik dari sisi penghimpunan hingga ke sisi penyaluran zakat. Pengelolaan zakat terpadu juga memungkinkan tersedianya data perkembangan zakat tahunan yang disajikan secara komprehensif. ‘’Ide penyatuan ini dilandasi niat baik. Ini karena kami memang ingin serius mendorong perkembangan zakat di Indonesia,’’ katanya. Bila zakat dapat dikelola secara terpadu, maka pemerintah juga mudah untuk menerbitkan atau mengusulkan lahirnya berbagai kebijakan pro perkembangan zakat. Salah satunya adalah usulan agar zakat tidak hanya menjadi pengurang pendapatan kena pajak (PKP), tapi langsung menjadi pengurang atas pajak (PAP). Mudahnya pemerintah dalam mengusulkan ide PAP didasari oleh data aktual dan konkrit mengenai pengelolaan zakat di Indonesia. ‘’Jadi dengan disatukannya lembaga amil zakat, kita juga akan mudah mengusulkan zakat menjadi pengurang langsung atas pajak,’’ urai Nasrun sembari menawarkan benefit yang akan diperoleh oleh masyarakat. Nasrun juga menyebutkan, kemungkinan pemerintah akan mendorong penyatuan berbagai LAZ ke dalam tubuh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Hal itu karena lembaga tersebut memiliki jaringan badan amil zakat (BAZ) di tingkat provinsi hingga kelurahan. Selain itu, lembaga tersebut merupakan lembaga amil yang dijalankan bersama oleh unsur pemerintah dan masyarakat. Meski demikian, penyatuan itu tidak akan mematikan operasi pengelolaan zakat oleh berbagai LAZ yang telah ada dalam beberapa tahun terakhir. ‘’Jadi mereka tetap bisa beroperasi menghimpun dana zakat, hanya saja lembaga mereka dimerger ke dalam Baznas,’’ tandas Nasrun menyebutkan konsep penyatuan yang sedang disusun oleh Depag. Merger berbagai LAZ akan dilakukan berdasarkan level LAZ. Bila suatu LAZ beroperasi tingkat kabupaten, maka lembaga amil itu akan dimerger dengan BAZ kabupaten. Begitu juga provinsi. Sementara, bila suatu LAZ beroperasi di tingkat nasional, maka organisasi pengelola zakat itu wajib dimerger dengan Baznas. Meraih Dukungan Ormas Islam Nasrun juga menyebutkan, kemungkinan besar usulan penyatuan LAZ oleh pemerintah itu akan berjalan dengan mulus. Hal itu karena pemerintah telah mengantungi dukungan dari berbagai Ormas Islam. Hal itu terungkap antara rapat temu pemerintah dengan sejumlah Ormas Islam beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan tersebut, berbagai Ormas Islam menyatakan dukungan pentingnya penyatuan seluruh organisasi pengelola zakat di Indonesia. Di antara Ormas Islam yang mendukung usulan pemerintah adalah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persis. ‘’Jadi, Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis cukup setuju dengan ide penyatuan ini. Bahkan, semuanya mendorong agar ini bisa dilakukan segera,’’ ujar Nasrun. Mengenai tingkat kepercayaan usai LAZ dimerger menjadi satu badan, menurut Nasrun, hal itu bisa dibangun. Salah satunya adalah dengan membangun peraturan dan sistem yang bisa memastikan lembaga gabungan tersebut bisa berjalan secara profesional dan terpercaya oleh masyarakat. Nasrun mengakui, saat ini memang terdapat resistensi masyarakat terhadap sejumlah BAZ. Terdapat sebagian masyarakat yang belum bisa mempercayai BAZ. Namun, resistensi tersebut seharusnya tidak menjadi halangan bagi pelaksanaan ide penyatuan seluruh lembaga amil. Sikap yang bijak untuk mengatasi resistensi tersebut bukan malah menjauhi atau mendeskreditkan BAZ, namun mendorong agar lembaga tersebut dapat meningkatkan akuntabilitas dan profesionalitas. Saat ini, usulan penyatuan seluruh LAZ di Indonesia telah diajukan pemerintah dalam amandemen UU Pengelolaan Zakat. Bila amandemen selesai dibahas dan disahkan, maka pemerintah juga bisa menerbitkan berbagai peraturan untuk memastikan lembaga gabungan LAZ bisa berjalan secara terpercaya dan profesional. ‘’Salah satunya adalah bisa dilakukan dengan menerbitkan PP yang mendorong terciptanya iklim terpercaya dan profesional bagi lembaga gabungan LAZ,’’ kata Nasrun. Infoz

mungkinkah dana umat dikelola oleh 1 instansi

Filed under: LAZ,Nesw — beritazakat @ 4:42 am

Aris Muftie Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)

Tanpa Pemerintah Tak Mungkin Zakat Terkumpul Triliunan Tidak ada yang bisa menjamin apakah swasta ataukah pemerintah yang bisa mengelola zakat dengan baik.

Namun pengelolaan zakat pada masa Nabi adalah contoh terbaik untuk pengelolaan zakat saat ini. Pada masa Nabi zakat dikelola oleh Negara. Peran pemerintah sangat penting mendorong optimaslisasi zakat. Namun di Indonesia sudah telanjur menjamur zakat dikelola oleh swasta. Ada yang sudah professional tapi ada juga yang belum. Wacana penyatuan lembaga zakatpun berkembang. Menjadikan pengelola zakat swasta, terutama yang sudah professional untuk mengambil sikap. Tapi menurut Aries Muftie, “Jangan sampai konsep itu menimbulkan perselisihan, kalau konsep itu yang terbaik menurut agama ya kita dukung,” ujarnya kepada Infoz, 2/4 di Jakarta. Berikutnya wawancara dengan Ketua MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) itu. Saat ini muncul wacana penyatuan lembaga zakat. Bagaimana Anda menanggapi wancana tersebut? Bicara zakat adalah bicara rukun Islam. Artinya wajib dilaksanakan. Satu-satunya ibadah yang ada lembaganya adalah zakat. Contoh pengelolaan zakat masa Nabi dan para sahabat sudah jelas. Zakat dikelola oleh negara. Jadi kalau kita mau membuat aturan harus mengikuti apa yang dicontohkan Nabi. Hanya masalahnya Indonesia bukan negara Islam. Tapi kalau ada arah yang ingin menuju ke sana itulah yang harus kita dukung. Bukan kita tentang. Kita tidak pernah mendengar cerita zaman Nabi atau para sahabat yang namanya lembaga zakat itu banyak. Departemen Agama yang mewakili pemerintah, jika nantinya membuat arah pengeloaan zakat seperti yang dilaksanakan zaman Nabi maka kita harus mendukung. Bukan mempertentangkan. Namun dalam pelaksanaannya harus ada tahapan-tahapan. Sebab bagaimanapun saat ini pemerintah belum mampu mengayomi dengan baik dan masyarakat sudah telanjur mendirikan LAZ. Kondisi seperti ini harus diantisipasi. Tentu tidak mudah menerima rencana penyatuan ini. Apalagi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam mengelola uang masih rendah. Tanggapan Anda ? Yang namanya mengelola uang, apakah pemerintah ataupun swasta (dalam tanda petik) sama saja. Persepsi kita saja yang mengatakan pemerintah tidak bisa dipercaya dalam mengelola dana. Tapi kita lihat, yang menjadikan kehancuran ekonomi bangsa ini justru pengelolaan dana-dana swasta, khususnya bank-bank swasta yang dikelola mantan-mantan bankir asing. Dana BLBI 700 triliun kan untuk menyehatkan bank yang pengelolanya para profesional swasta. Jadi kita tidak boleh mengatakan pemerintah tidak bisa mengelola dana. Karena bisa atau tidak bisa, pemerintah tetap harus mengelola dana. Swasta belum tentu. Memang ada satu atau dua lembaga zakat yang sudah berhasil mengelola dana zakat. Tapi tentu tidak tepat kalau kita bilang kalau dikelola swasta itu akan lebih baik. Lalu siapa seharusnya yang mengelola ? Saya tidak berbicara tentang persepsi, jika pemerintah tidak bisa mengelola dana biarlah swasta yang mengelola. Tapi saya hanya mengatakan inilah rukun Islam. Rukun Islam wajib hukumnya dijalankan. Contohnya seperti zaman Rasulullah. Yakni pengelolaan tunggal. Dalam hal ini pemerintah. Alangkah lucunya, kita mau menjalankan perintah Allah yang sesuai dengan Al Quran dan Hadits lalu kita mengatakan tidak bisa karena kita tidak percaya kepada pemerintah. Lalu kapan kita akan percaya kepada pemerintah kalau saat ini kita tidak percaya. Apakah tahun depan kita akan berubah menjadi percaya ? Apakah kita akan mengatakan zakat yang dikelola swasta lebih bagus daripada yang dikelola pemerintah ? Makanya saya tidak mau berdebat diwacana tersebut. Kalau saya terus berdebat maka tidak akan pernah jalan. Makanya sebaiknya bagaimana, itulah yang dijalankan. Kalau contoh yang terbaik seperti yang dijalankan Rasulullah itulah yang kita jalankan. Cuma karena kita sudah telanjur banyak yang membuat Laz ya jangan sampai konsep itu menimbulkan perselisihan. Berarti zakat harus dikelola negara karena mencontoh Nabi ? Karena perintah agama seperti yang sudah dicontohkan Nabi, yaitu harus dikelola negara dan jadi satu ya kita harus ke arah sana. Itu harusnya. Jadi jangan dibalik persepsinya. Karena belum siap maka jangan pernah ke arah sana sama sekali. Itu tidak tepat. Cara mengatasi keadaan saat ini? Konsentrasi di bidang pengumpulan dulu. Yang disatukan adalah bidang pengumpulan dan didukung lembaga yang sudah menjadi satu. Depag juga sebaiknya tidak mengeluarkan izin lagi bagi Laz baru. Yang sudah ada diakreditasi. Seperti yang diterapkan diperbankan. Orang-orang yang sudah pinter ditarik di penyatuan tadi. Seperti Badan Layanan Umum (BLU). Sehingga menjadi lembaga yang dimiliki pemerintah tapi dikelola oleh swasta. Karena dikelola swasta maka hasilnya akan lebih bagus. Jadi bidang pengumpulan diatur pemerintah sedangkan penyaluran sebaiknya tidak di atur oleh pemerintah dan diserahkan kepada Laz yang sudah bagus. Biarlah Laz yang sudah bagus ini tetap menyalurkan. Aspek apa yang paling krusial saat ini ? Bicara zakat, infaq dan sedekah yang bermasalah kan bukan dipenyalurannya. Tapi dipenghimpunannya. Kalau kita mau pakai segi tahapan, silakan untuk penghimpunannya disatukan dan menjadi tanggungjawab negara. Seperti yang diterapkan di lingkungan pajak. Fungsi direktorat zakat bisa berperan seperti direktorat pajak. Itu bisa. Tapi penyalurannya ditangani lembaga-lembaga yang ada, baik Baznas, Laznas, Bazda atau Laz-Laz. Ini untuk tahap awal. Dan harus dipilih lembaga-lembaga yang mempunyai kemampuan pengelolaan dan penyaluran agar sampai ke penerima dan tepat guna. Ukuran kemampuan penyaluran seperti apa ? Zakat ini hak kaum dhuafa, penyalurannya bisa untuk usaha mikro. Negara-negara lain dalam penyaluran usaha mikro memiliki parameter yang jelas. Namanya cash flow index. Apakah ketika dhuafa diberikan zakat assetnya meningkat. Ada ukurannya jelas. Problem di negara kita kan, asal menyalurkan saja. Tidak ada ukuran yang jelas. Yang dulu pernah kita kasih jangan-jangan tahun depan minta lagi dan tetap miskin. Tahun ini kita kasih bapaknya, sepuluh tahun lagi ganti anaknya. Lembaga-lembaga yang memiliki parameter seperti inilah yang diutamakan menjadi penyalur zakat. Jika pengelolaan zakat diambil alih oleh pemerintah, ada ’kapling’ masyarakat yang hilang. Tanggapan Anda ? Kalau mereka ikhlas untuk kepentingan agama saya yakin akan menyerahkan hal itu kepada pemerintah. Tapi kalau mereka tidak ikhlas ya saya tidak mengerti. Tapi jujur saja, mereka sudah bekerja di situ. Ada pendapatan di situ. Jelas kalau ditutup akan menganggu hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu pemerintah harus bijak. Tidak bisa langsung tiba-tiba disatukan. Apalagi sekarang pengangguran sudah semakin banyak. Kita tahu lembaga zakat ada dua macam. Ada yang bekerja tidak dibayar dan ada lembaga yang sudah professional dan amilnya digaji lumayan. Karena bekerja professional maka dia bisa menghidupi diri dan keluarganya. Inilah yang harus diperhatikan. Jangan sampai akhirnya kehilangan mata pencaharian karena penyatuan tersebut. Dengan pembagian peran, pemerintah sebagai penghimpun dan swasta sebagai penyalur maka kuenya justru akan semakin besar. Sebagian masyarakat ada yang mengatakan tanpa pemerintah, mereka bisa berjalan. Tanggapan Anda ? Saya kembali bertanya, sebagai orang Islam apakah bisa hidup tanpa pemerintah. Islam mengajarkan harus ada pemimpin. Islam memerintahkan tiga orang yang berjalan satu orang ditunjuk sebagai pemimpin. Jadi jika ada orang yang mengatakan seperti itu, mohon maaf, berarti dia tidak mengikuti kaedah-kaedah syariah Islam. Barangkali itu ucapan bercanda saja dan sekedar reaktif. Saya yakin tidak sampai maksudnya benar-benar menafikan fungsi pemerintah. Idealnya berapa lama konsep ini bisa dijalankan ? Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Satu, niat yang baik jika tidak dikordinir dengan baik maka dapat dikalahkan dengan kejelekan yang terorganisir. Niat dari pemerintah ini kan baik. Apalagi konsep ini mengikuti kaidah syariah. Jadi pengorganisasiannya menyangkut kesiapan. Kesiapan SDM-nya, infra strukturnya dan kesiapan sosialisasinya. Dua, suatu niat yang baik dan tidak disampaikan dengan baik, maka tidak akan bisa berjalan. Mengendap lama bertahun-tahun bahkan tidak akan berjalan. Tapi jika teman-teman menyambut dengan baik maka satu tahun bisa selesai dan berjalan. Kalau tidak didukung maka akan ribut terus menerus. Bangsa kita kan sukanya ribut melulu. Jangka waktunya bisa ditempuh satu tahun, dua tahun atau tiga tahun bisa. Tergantung kesiapan kita. Janganlah berfikiran karena tahun depan akan ganti pemerintahan maka kita berfikir hal itu tidak akan bisa. Karena Allah akan tahu pikiran kita. Pikiran kita adalah untuk kepentingan kaum dhuafa. Yang terbaik saat ini adalah uangnya besar. Tersalur dan terdistribusi dengan benar. Itu bagaimana caranya, caranya dengan kekuatan negara. Seprofesional- profesionalnya Laz itu tidak akan bisa mengumpulkan puluhan triliun. Itu hanya akan bisa dilakukan jika ada peran dan sanksi dari negara. Kita lihat zaman Rasulullah. Saat beliau wafat langsung umatnya ingkar zakat. Lalu diperangi oleh Abu Bakar. Bayangkan saja yang ketemu dengan Nabi saja bisa kemudian ingkar. Apalagi kita yang ketemu Nabi saja tidak. Akan pakai kekuatan apa kalau bukan pemerintah. Ada Laz yang sudah eksis dan jumlahnya sudah banyak bagaimana nasib mereka nanti ? Bagusnya konsep ini disosialisasikan dulu. Dikasih tahu kalau disatukan benefitnya apa. Itu yang penting. Dan memang tidak bisa langsung tiba-tiba menyatukan. Kalau membuat peraturan jangan berbicara tentang benefit untuk kita, tapi benefit untuk kamu dan untuk Anda. Sampai mereka yakin. Jadi kalau mau menata atau menyatukan, pemerintah harus menyampaikan apa benefit buat lembaga zakat yang sudah ada. Karena ini untuk kepentingan Laz, meskipun lebih jauh daripada itu adalah untuk kepentingan dhuafa, tapi kepentingan institusi juga melekat. Kalau dijelaskan dengan disatukan lembaga zakat akan mendapatkan benefit pasti mereka menerima. Jika saya diminta membuat konsepnya maka akan saya buat Laz akan tetap ada tapi fungsinya sebagai penyaluran, sampai kita semua siap baik pengumpulan maupun penyalurannya ditangani pemerintah. Jadi ada prosesnya. Karena kita akan merubah warna tidak mungkin kalau dari warna hitam misalnya, langsung menjadi putih, tapi ada proses warna-warna lainnya. Jika undang-undang zakat mengatakan seperti itu mungkin langkah pemerintah akan lebih mudah, tapi saat ini konsep amandemen UU saja belum jelas, bagaimana mungkin bisa terwujud ? Bangsa kita memang lemah diperencanaan. Begitu punya niat baik, langsung berbicara. Tidak ada perencanaan yang lebih matang dulu. Padahal kalau bicara sedangkan belum siap perencanaan yang matang maka akan menimbulkan situasi yang tidak perlu. Bangsa Indonesia senang berdebat dengan sesuatu yang belum jelas. Mudah-mudahan pemerintah sudah mempersiapkan detil konsep penyatuan ini. Sehingga begitu rencana diwujudkan tidak ada pertentangan. Kadang-kadang kan karena detilnya belum disosialisasikan. Lalu tiba-tiba dijalankan. Akibatnya membuat banyak orang bingung. Bagaimana saya nanti. Padahal bisa saja suatu waktu Baznas atau Laz dibubarkan sepanjang intinya zakat terkumpul dengan besar sesuai dengan potensi zakat dan juga tersalur dengan benar. Baznas tidak ada tidak ada masalah, Laz tidak ada tidak masalah. Asal kepentingan zakat bisa tercapai. Tapi kalau kita diberitahu ruh besarnya, zakat untuk kepentingan masyarakat, kepentingan bangsa dan negara ya memang kita hidup untuk itu kok. Jadi ego pribadi harus dihilangkan. Jangan sampai ide diributkan dulu tapi kita belum lihat detilnya seperti apa. Saya berbicara seperti ini bukan untuk mengomentari yang belum ada. Jadi pendapat saya ini pendapat pribadi menurut kacamata saya. Sepertinya ada pola pikir yang berbeda antara Anda dengan pengelola zakat. Bahwa kalangan pengelola zakat menganggap dengan keterlibatan dan adanya hak masyarakat mengelola zakat, ini juga yang benar. Komentar Anda ? Sekarang saya kembali bertanya, apa landasan yang dipakai oleh teman-teman lembaga zakat. Contoh Nabi atau contoh siapa? Itu kan ijtihad dia. Contoh zaman dulu kan tidak ada zakat yang dikelola selain pemerintah. Kalau tidak salah pada zaman Muawiyah saja. Saya ada bukunya dan bisa menunjukkan. Kita sering bilang kalau kita berdebat, maka kita kembalikan kepada Alquran dan Sunah. Ijtihad itu tahap ketiga. Nabi mencontohkan zakat dikelola negara. Jadi saya tidak salah dong kalau saya kembali ke contoh Nabi. Disini ada yang kontraproduktif. Bahwa kalau mereka berijtihad negara berhak mengelola zakat, tapi mereka juga beranggapan negara tidak pandai mengelola, waduh kalau pakai asumsi seperti itu sampai kiamat pun kita tidak akan pernah bisa mengikuti contoh Nabi. Iya kan. Kalau kita memakai asumsi seperti itu. Sombong sekali kalau ada yang bilang yang bisa mengelola zakat itu kita, yang bersih itu kita, yang tidak korup itu kita. Saya takut orang yang mengatakan bahwa yang benar itu kita yang bersih itu kita. Meskipun masih rencana, tapi ide penyatuan ini direspon beragam oleh teman-teman di tingkat bawah, bahkan ada yang siap-siap mengganti status ke-Laz-annya. . Tanggapan Anda ? Pemerintah harus bijak menyosialisasikan rencana itu. Kita lihat Baznas sekarang. Dia Lembaga yang didirikan negara. Dulu banyak yang beropini bakal tidak bagus. Ah karena Baznas didirikan pemerintah paling-paling nanti begini begini. Dukungan pemerintah juga kurang. Tapi kita lihat keberadaan Baznas saat ini. Dengan perpaduan antara unsur pemerintah dengan unsur swasta yang ada di Baznas membuat opini publik bisa terpatahkan. Memang Baznas tidak bagus-bagus amat tapi mininal sudah mampu mematahkan persepsi bahwa apa-apa yang dikelola pemerintah tidak akan berjalan. Ini sudah terbukti. Dan bayangkan jika Baznas ini didukung oleh semua pihak. Begitu juga nanti usulan penyatuan dari pemerintah ini. Biasakanlah kita khusnuddzon kepada Allah. Bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Kita tahu Allah akan membantu apa yang kita pikirkan. Kalau yang kita pikirkan jelek, Allah akan membantu kejelekan itu. Begitu juga sebaliknya kalau kita berpikiran baik tentu Allah akan membantu kebaikan kita. Jangan-jangan keadaan Indonesia saat ini disebabkan pikiran-pikiran yang jelek. Bahwa Indonesia akan bangkrut, krisis, ditimpa bencana. Jadi pikiran kita yang secara masif dan akumulatif itu dikabulkan Allah. Bisa jadi kan ?. Begitu juga pikiran teman-teman Laz, nanti kalau disatukan jadi begini begitu. Himbauan Anda kepada Laz ? Kalau teman-teman merasa khawatir dengan rencana ini, sekarang yang dikhawatirkan apa, kalau khawatir jika nasib dhuafa akhirnya tidak tersantuni maka itu kekhawatiran yang salah. Karena niat penyatuan ini saya yakin untuk kepentingan dhuafa. Kalau kekhawatiran mereka karena ’dapur’ mereka jadi tertutup, itu ada dua kemungkinan. Bisa benar bisa salah. Sebab kadang-kadang pemerintah memang tidak bijak. Maka sebaiknya teman-teman berfikir bahwa rezeki itu ada di tangan Allah. Siapa tahu Allah mempunyai rencana yang terbaik dari keinginan pemerintah seperti ini. Kita positif thinking saja. Saya juga terjun di pemerintahan dan dunia zakat serta banyak memiliki data. Kalau saya melihat keadaan seperti saat ini saya mungkin psimis. Bagaimana tidak. Sekarang bencana alam banyak. Ekonomi global saat ini sedang mendekati ke arah seperti krisis tahun 1997 bahkan lebih parah. Harga pangan meningkat. Pangan susah di dapat. Rawan gizi semakin meningkat. Tahun depan kita sudah menghadapi pemilu. Kalau melihat dari sisi itu saya psimis. Tapi kalau melihat dari sisi ilahiyah maka saya bisa mengambil hikmah dari musibah dan kesulitan yang kita hadapi. Alquran saja menyebutkan dua kali. Inna ma’al usri yusra. Sejarah mengatakan pada saat orang sedang sulit maka disitulah ada hikmah dibaliknya. Seperi yang dialami Siti Hajar, setelah bolak-balik tujuh kali maka di telapak kaki Nabi Ismail muncul keajaiban air zam zam. Jadi sejarah mengatakan bahwa di saat kita ikhlas saat berada di titik nadir pada saat itu akan muncul keajaiban. Makanya positif thinking sajalah. Bisa jadi keadaan ini merupakan titik awal kebangkitan dunia perzakatan tanah air. Barangkali ini salah satu tanda-tandanya. naf …..

April 4, 2008

Penerimaan dan Penyaluran Dana Menggunakan Cash Basis

Filed under: Nesw — beritazakat @ 2:16 am

PA OPZ

Di dalam PSAK Zakat 109 disebutkan bahwa dalam sumber penerimaan dana zakat, basis akuntansi yang dipakai adalah cash basis. Artinya sumber dana bisa diakui pada saat kas diterima oleh organisasi pengelola zakat. Konsekwensi dari cash basis adalah pada saat dana diterima maka muncullah kewajiban bagi amil untuk menyalurkan. Sedangkan jika masih berupa accrual (dana belum diterima amil) maka belum ada kewajiban bagi amil untuk menyalurkan dana tersebut.

Namun dalam hal penggunaan atau penyaluran dana, di PSAK Zakat 109 tidak disebutkan secara khusus apakah menggunakan cash basis atau accrual basis.

Tidak disebutkan secara khusus itu kemungkinan pihak IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) lupa sehingga yang dicantumkan hanya penerimaan saja sedangkan penyalurannya tidak. Alasan inilah yang membuat tim Pedoman Akuntansi PA OPZ melakukan ’ijtihad’ tersendiri. Ijtihad yang disepakati pada sidang Pleno I 28-29 Maret di Baitul Maal Pupuk Kujang Cikampek Jawa Barat adalah memilih cash basis untuk penggunaan maupun penyaluran dana.

”Mungkin IAI lupa membahas itu (penyaluran). Tapi kalau penerimaannya menggunakan cash basis, untuk penyaluran mestinya juga menggunakan cash basis. Itu lebih cocok,” tandas Ketua Tim Pedoman Akuntansi Zakat, Teten Kustiawan saat memimpin rapat pada sesi kedua.

Ditambahkan oleh Teten, pada saat tim task force membahas tentang Aktiva Asset Kelolaan, memang pembahasannya cukup lama dan membutuhkan beberapa kali pertemuan sehingga lupa membahas apakah penyalurannya menggunakan cash basis atau accrual basis.

Bagi lembaga zakat yang sudah mapan, pilihan cash basis dianggap Teten tidak ada masalah. Sebab biasanya lembaga zakat sudah mempunyai kesepakatan-kesepatan yang jelas dengan pihak lain untuk penyaluran dana.

Pernyataan ini juga juga disepakati anggota tim lainnya, Dyah R Andayani. Dia mengatakan cash basis juga sangat tepat untuk lembaga zakat yang memiliki jejaring. ”Cash basis lebih bagus untuk lembaga zakat yang memiliki jejaring. Nah, caranya, jika tersebut belum disalurkan oleh jejaring, maka diakui sebagai uang muka pada cash. Jadi dianggap uang kas setara kas,” urai Diah sembari mencontohkan seperti memindah uang dari kantong kanan ke kantong kiri. Jadi selama belum diterima oleh mustahik maka belum diakui sebagai penyaluran.

Di antara kesepakatan yang diambil pada Sidang Pleno I yang berlangsung selama dua hari itu adalah tentang Akuntansi Penerimaan. Yang dimaksud pengertian Penerimaan Dana adalah penambahan sumber daya organisasi yang berasal dari donasi dan atau hasil penempatan sementara/pengelolaan dana, yang dapat berupa kas atau non kas.

Sedangkan penerimaan donasi dapat berupa zakat, infaq shadaqah, hibah, wasiat, waris, kafarat, atau donasi lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan syari’ah. Penerimaan dari hasil penempatan sementara/pengelolaan dana berupa selisih lebih antara imbalan yang diterima dan biaya langsung dari penempatan sementara/ pengelolaan dana.

Dalam penerimaan dana infak, organisasi harus mempertimbangkan akad muthlaq (tidak terikat) dan atau muqoyyad (terikat) yang disyaratkan oleh donatur.

Adapun berdasarkan karakteristiknya, penerimaan dana dikelompokkan menjadi penerimaan berdasarkan sumber dan penerimaan berdasarkan program. Penerimaan berdasarkan sumber antara lain penerimaan Dana Zakat, penerimaan Dana Infaq/Shadaqoh, penerimaan Dana Amil, dan penerimaan Dana Non Halal. Sedangkan penerimaan berdasarkan program, antara lain penerimaan  Dana Pemberdayaan Ekonomi, penerimaan Dana Pendidikan, penerimaan Dana Kesehatan, dan penerimaan Dana Kemanusiaan.

Dan, penerimaan dana zakat, dikelompokkan ke dalam penerimaan berdasarkan sumber. Sedangkan penerimaan dana berdasarkan program, dapat menggunakan prinsip pooling of fund.

 

Pengakuan

Penerimaan dana diakui pada saat kas atau non kas diterima. Sedangkan penerimaan non kas diakui sebagai komponen aktiva sesuai dengan karakteristiknya.

Penerimaan asset non kas dapat berupa persediaan (misalnya bahan pangan kering, pakaian) barang berharga ( misalnya emas) dan asset tetap (misalnya kendaraan, computer).

Untuk penerimaan dalam bentuk asset tetap, maka pencatatan awal adalah sebagai aktiva tetap, dan apabila sudah digunakan amil untuk penyaluran, maka di reklasifikasikan sebagai asset kelolaan.

 

Pengukuran

Dana yang diterima diakui sebagai penambah dana : (a) Jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima;  (b) Jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar asset nonkas tersebut.

Penentuan nilai wajar asset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar.

Penentuan nilai wajar asset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar untuk asset nonkas tersebut. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya

         Hasil penempatan sementara dana zakat sebelum disalurkan kepada mustahiq, jika ada, diakui sebagai penambah dana zakat. Hasil penempatan sementara dana zakat merupakan selisih lebih antara imbalan yang diterima dan biaya langsung dari penempatan sementara zakat. Jika biaya langsung melebihi imbalan yang diterima dari penempatan sementara dana zakat, maka kelebihan tersebut menjadi beban  dana amil.

Kebijakan dalam penempatan sementara dana zakat sebelum diserahkan kepada mustahiq harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah.

Imbalan yang diterima dari penempatan sementara dana zakat sebelum disalurkan kepada mustahiq dapat berupa pendapatan bagi hasil dan bonus wadiah. Sedangkan biaya langsung yang terjadi, antara lain, dapat berupa biaya administrasi entitas keuangan syariah dan beban pajak atas bagi hasil.

Hasil pengelolaan dana infaq/shadaqah diakui sebagai : (a) Penambah dana infaq/shadaqah ; atau (b) Dana infaq/shadaqah dan dana amil.

Hasil pengelolaan dana infaq/shadaqah merupakan selisih lebih antara imbalan yang diterima dan biaya langsung dari pengelolaan dana infaq/shadaqah. Jika biaya langsung melebihi imbalan yang diterima dari pengelolaan dana infaq/shadaqah maka kelebihan tersebut menjadi beban entitas amil.

Beberapa point penting yang disepakati pada Sidang Pleno I merupakan konsep awal revisi Pedoman Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat (PA OPZ). Konsep ini masih belum final sebelum PSAK Zakat 109 dianggap final oleh IAI. naf

April 3, 2008

berita ZIWAQ-Z

Filed under: Nesw — beritazakat @ 9:08 am
Tebar 10.000 Brosur Dakwah & 25.000 Buletin di NAD
Selasa, 01-April-2008, 14:37:03

Tebar 10.000 lembar brosur dakwah dan 25.000 buletin dakwah An-Nuur di Nanggroe Aceh Darussalam menjadi pokok kegiatan kali ini. Brosur dan buletin tersebut dibagikan kepada lembaga-lembaga pendidikan, masjid-masjid, mahasiswa, dan masyarakat umum. …selanjutnya

Hit: 8 – Kirim ke temanVersi Cetak


Bantu Korban Banjir di Kabupaten Bekasi
Selasa, 01-April-2008, 14:27:42

Untuk meringankan beban masyarakat yang terkena musibah, pada Rabu 27 Februari 2008, Yayasan Al-Sofwa memberikan bantuan untuk korban banjir di Desa Lenggahsari……selanjutnya

Hit: 9 – Kirim ke temanVersi Cetak


Trainning Pendidikan Islam II
Selasa, 01-April-2008, 14:14:31

Training ini merupakan sarana kaderisasi Tenaga Training Bidang Pendidikan (Manajemen Pendidikan) dan menciptakan SDM yang sanggup menguasai secara teori maupun praktek sebagai ……selanjutnya

Hit: 11 – Kirim ke teman

berita PKPU

Filed under: Nesw — beritazakat @ 8:46 am

Berita DD

Filed under: Nesw — beritazakat @ 8:40 am
27 Mar 2008 17:04:29   /   20 Rabiul Awal 1429 H
Sepetak Tanah Pondasi Akhlak
Hidup di Tempuran, Desa Nglebo, Suruh, dengan tanah tak lebih dari 300 meter persegi, sangat terasa sulit. Apalagi, desa itu berada di daerah pegunungan tak subur di Trenggalek, Jawa Timur. Tapi Mudasir (42), bergeming dengan kondisi itu. Ia tetap berusaha menghidupi keluarga dan menjadikan tanah sempit itu, untuk kemaslahatan masyarakat.
 
14 Mar 2008 07:36:52   /   6 Rabiul Awwal 1429 H
Bakso Miswarni
Gerobak bakso Miswarni hancur, tertimpa atap rumah, saat gempa mengguncang Padang, 2007 lalu. Selain sebagian rumahnya hancur, Miswarni tak dapat jualan bakso keliling nagari Sumani, Solok, lagi. Sejak itu, ia tak punya sumber nafkah tetap untuk menghidupi diri dan seorang anaknya.
 

27 Mar 2008 17:02:47   /   20 Rabiul Awal 1429 H
Catatan Tercecer dari Senegal
Selain Pemerintah Indonesia yang hadir dalam KTT OKI ke-11 di Dakar, Senegal, Dompet Dhuafa Republika, juga hadir dalam rangkaian acara yang sama. Diwakili Presiden Direktur DD, Rahmad Riyadi, DD mengikuti Konferensi Organisasi Kemanusiaan I Negara Anggota OKI.
 
14 Mar 2008 07:26:21   /   6 Rabiul Awwal 1429 H
Sliwung di Simpang Jalan
Potret komunitas yang memegang teguh fatwa kiai. Namun ironi, dalam nafas sehari-hari.

Nyaris tidak ada rumah di Situbondo yang tak memasang foto KH Cholil As’ad, pengasuh Pesantren Walisongo dan KH Fawaid As’ad, pengasuh pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.

Next Page »

Blog at WordPress.com.